Rabu, 21 September 2011

Sejarah Emas dan kaitannya dengan Dollar

BAgi teman-teman yang belum mengetahui sejarah panjang emas dan kaitannya dengan dollar serta ekonomi dunia yang saat ini dipimpin oleh AS, silahkan baca sejarah berikut ini. Bagaimana penguatan emas dan dollar selalu berlwanan. DAn juga mengapa setiap inflasi menghantui ekonomi dunia, maka emas akan segera naik. Silahkan baca artikel berikut yang saya kutip dari radar malang.
Setelah Perang Dunia I (PD I) tahun 1914-1918 dan Perang Dunia II (PD II) tahun 1939-1945, Amerika Serikat (AS) sebagai negara pemenang perang setelah mengalahkan Jepang yang diakhiri dengan penggunaan senjata pemusnah massal bom atom, yang untuk pertama kalinya digunakan di sepanjang sejarah perang dengan membumihanguskan Hiroshima dan Nagasaki.
Dari kemenangan tersebut negara-negara di seluruh dunia mengakui kekuatan militer AS sebagai negara adidaya (superpower), dan menempatkan AS menjadi pemimpin dunia yang ditakuti akan kekuatan militer dan ekonominya.
Salah satu dampak dari PD I dan PD II adalah pada sektor ekonomi dunia yang terlibat perang porak poranda sehingga perlu ditata ulang. Pada Juli 1944 dibentuklah sistem Bretton Wood Agrements yang pada intinya “Setiap mencetak dolar AS sebagai uang tunggal (unipolar currency) yang dipergunakan sebagai alat transaksi di seluruh dunia harus dijamin dengan emas (gold standard)”. Sehingga memegang uang dolar AS sama baiknya seperti memegang emas yang dipatok 35 per troy ounce (ozt). Selain itu, juga dibentuk lembaga International Monetary fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction (IBRD) yang sekarang menjadi Bank Dunia (World Bank).
Pada 15 Agustus 1971, Presiden Richard Nixon mencabut sistem tersebut, karena defisit akibat perang Vietnam serta besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan kekuatan politik dan ekonomi dengan negara negara sekutunya dalam rangka suasana perang dingin (Cold War) dengan musuh utamanya yaitu Uni Soviet. Semenjak itulah AS bebas mencetak uang tanpa batas untuk memacu pertumbuhan ekonominya.
Pasca pencabutan, harga emas murni berkisar USD 35 per troy pada tahun 1971 dan sekarang pada tahun 2011 harga telah menjadi USD 1400 per troy yang berarti telah naik 4000 persen. Begitu pula dengan kurs mata uang rupiah (IDR) yang melemah terhadap mata uang dolar AS dari Rp 500/USD pada tahun 1971 dan sekarang pada 2011 berada pada kisaran Rp 9000/USD yang berarti telah naik 1800 persen. Dalam kurun waktu 40 tahun harga emas telah naik 5800 persen. Hal ini mendorong harga emas melambung sangat tinggi dengan tingkat kenaikan inflasi emas rata-rata per tahun mencapai 145 persen.
Pergerakan harga emas juga sangat dipengaruhi oleh faktor gejolak geopolitik, seperti peristiwa pengeboman World Trade Center (WTC) pada tahun 2001, yang membuat Presiden George W. Bush melakukan kampanye perang terhadap terorisme dengan menyerang Afganistan pada 2001 dan Irak pada 2003. Dan juga, hampir terjadi konflik senjata dengan Iran berkaitan dengan program nuklir yang dapat menjadi pemicu Perang Dunia III, dimana Iran telah dikenai sanksi resolusi ke-1 No 1737 (2006), ke-2 No 1747 (2007), dan terakhir ke-3 No 1803 (2008) oleh Dewan Keamanan PBB. Disamping itu masalah timur tengah lainnya seperti Syria, Lebanon dan Palestina.
Tak cukup sampai di situ, gejolak Geo-Ekonomi AS pada 2008 ditandai dengan badai krisis perumahan (subprime mortgage). Akibat krisis tersebut, ekonomi AS terus memburuk dan menyeret ekonomi dunia menuju krisis global. Banyak bank investasi, asuransi serta perusahaan korporasi bangkrut/kolaps seperti Citigroup, Lehman Brothers, Bear Stearns, AIG, dan lainnya.
Keadaan tersebut memaksa Federal Reserve (FED) melalui kebijakan moneternya memberikan dana talangan (bailout). Tak luput pula menurunkan suku bunga terendah sepanjang sejarah, peminjaman antar bank sentral (Swap Arrangement), dan bekerja sama dengan pemerintah memberikan aneka paket stimulus melalui kebijakan fiskal yang diikuti serempak oleh seluruh dunia. Tak ayal, AS bahu membahu bersama negara lainnya melakukan hal yang sama supaya tidak terjadi kembali resesi besar (the great depression) seperti pada tahun 1930. Pilihan sulit ini menyebabkan FED dan pemerintah menerbitkan surat utang negara (treasury bill/bond), serta mencetak uang baru untuk membayar utang (monetizing).
Langkah-langkah atas nama penyelamatan ekonomi ini menyebabkan index kepercayaan terhadap mata uang dolar AS semakin rendah. Pada Maret 1973, mata uang AS berada di posisi 100 (USDX). Dan posisi terendah mata uang negeri paman Sam tersebut terjadi pada 16 Maret 2008 yaitu pada posisi 70.6 (USDX).
Trend penurunan ini memicu rasa kekhawatiran akan terjadinya malapetaka di sektor keuangan global (financial Armageddon) dan menyebabkan para investor (Hedge Fund) mengalihkan aset keuangan dengan menginvestasikan di sektor komoditas lain seperti minyak, pangan, dan emas yang harganya terus melambung dari tahun ke tahun.
Begitu juga dengan bank-bank sentral, badan internasional, dan pemerintah yang menyimpan sekitar 20,5 persen dari emas dunia dunia atau sekitar 29.787 ton diperkirakan akan terus memperkuat cadangan devisa berupa emas. Hal ini untuk melindungi pertahanan ekonominya, terutama negara China dengan cadangan emasnya relatif kecil 1.6 persen dibanding cadangan devisa terbesarnya berupa dolar AS yang hanya di urutan keenam dengan jumlah 1161,6 ton.
Tentunya cadangan tersebut akan terus ditingkatkan agar bisa naik peringkat, mengalahkan AS di urutan pertama dengan jumlah cadangan emas 8.965,65 ton. Kedua adalah Jerman dengan jumlah cadangan emas 3.754,29 ton, urutan ketiga IMF dengan jumlah cadangan emas 3.311,84 ton, keempat adalah Italia dengan jumlah cadangan 2.701,9 ton, dan urutan kelima adalah Perancis dengan jumlah cadangan emas 2.683,81 ton, sehingga layak disebut pemimpin baru dunia.
Dengan persediaan (supply) emas yang terbatas dan relatif kecil dibandingkan jumlah kapitalisasi aset keuangan global akan menjadi bom waktu sebagai pemicu inflasi/hyperinflasi harga emas di waktu yang akan datang.
Sumber: Harian Radar Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar