Selasa, 20 September 2011

Dinar dan Dirham di Mata Adi Sasono dan Kwik Kian Gie

Nurman Kholis - Peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI
Dalam buku Rakyat Bangkit Bangun Martabat, terbitan Pustaka Alvabet dan Dekopin, 2008, hal: 233-235, Adi Sasono yang juga mantan Menteri Koperasi dan UKM menulis sub judul 'Bagaimana Peran Dinar-Dirham dalam Ekonomi Umat.'

Di dalam tulisannya tersebut, salah seorang tokoh yang turut serta mensosialisasikan dinar dan dirham di Indonesia ini menjelaskan bahwa untuk menjaga kondisi stabilitas perekonomian bangsa ke depan dari krisis yang lebih dahsyat lagi, serta menghindarkan dominasi dan kendali negara asing penganut mainstream libealistik, maka peredaran dinar-dirham menjadi sangat penting.

Menurutnya, studi empiris menunjukkan, suatu negara yang mata uangnya terikat dengan negara asing, seperti rupiah yang terikat dengan dolar Amerika Serikat, akan senantiasa tunduk dan merengek-rengek di bawah belas kasihan dan arahan negara asing dalam setiap kebijakan perekonomiannya. Atas dasar ini, maka pencetakan dan peredaran dinar-dirham, adalah menjadi wajib untuk kita kaji dan realisasikan, khususnya di kalangan umat Islam yang merupakan mayoritas di tanah air. Dalam kaitan ini, negara yang telah memberlakukan dinar-dirham sebagai mata uangnya, maka negara-negara ini tidak boleh mengaitkan mata uangnya dengan mata uang asing manapun terutama dolar Amerika Serikat. Sebab, menilik realitas kontemporer yang ada, terbukti dolar Amerika Serikat telah dijadikan salah satu instrumen dominasi dan hegemoni internasional di bidang politik dan ekonomi yang banyak menimbulkan kemudaratan berbagai negara. Termasuk kemudaratan yang dihadapi bangsa kita.

Studi banyak kalangan menyebutkan, dinar-dirham tidak terpengaruh fluktasi mata uang global. Harga seekor unta pada zaman Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, , sama dengan harga seekor unta saat ini. Ini artinya, dinar-dirham lebih memiliki kepastian dalam berusaha, dibandingkan dengan mata uang dolar yang telah memudaratkan bangsa. Tentu pelaku usaha membutuhkan kepastian dalam berusaha. Apalagi, di tengah kredibilitas pemerintah yang anjlok, maka kepastian bagi dunia usaha sangat penting. Peran dinar dirham memiliki peran penting dalam menciptakan kepastian.

Pandangan Non Muslim
Yang menarik dari pendapat Haji Adi Sasono ini juga adalah adanya kutipan dari pernyataan Kwik Kian Gie. Kita tahu Pak Kwik adalah seorang nonmuslim, pernah menajdi menteri di zaman Presiden Megawati , yang dalam suatu tulisannya di HU Kompas pada awal 1997 sangat mengapresiasi mata uang emas dan perak untuk diberlakukan. Kata Kwik, mata uang ini memiliki tingkat kepastian. Hanya saja belakangan ini, sistem moneter yang paling kuno yang menggunakan emas, kemudian diganti dengan sertifikat kertas.

Sertifikat yang mewakili emas inilah yang lantas berfungsi sebagai uang, karena semua orang tahu, uang kertas itu didukung oleh, dan setiap saat dapat ditukarkan dengan emas. Lambat laun ternyata dukungan emas itu tidak perlu 100 persen, dan masyarakat tetap menerima uang kertas itu sebagai alat pembayaran yang sah tanpa gejolak. Bahkan, akhirnya, sama sekali tidak ada lagi emas di balik uang kertas ini.

Apa yang dikemukakan oleh Kwik memang benar. Itulah sebabnya kiat untuk mematahkan spekulan mata uang global hanya bisa dilakukan jika ada kepastian. Dan kepastian itu muncul jika didukung rakyat sepenuhnya. Mata uang emas-perak haruslah didukung umat Islam di tanah air, sebagai mayoritas penduduk negeri ini.

Apalagi, dalam beberapa bulan terakhir ini, kita menyaksikan keruntuhan dolar AS- juga euro di Eropa - sudah semakin nyata terlihat. Upaya-upaya para bankir dengan berbagai cara, bail out, pencetakan uang kertas baru, dan sejenisnya, hanya akan menunda kehancurannya. Mungkin tidak berapa lama lagi. Sementara 'harga' emas dan perak terus merangkak naik, sebagai cermin merosotnya nilai uang kertas. Para analis memperkirakan pada akhir tahun 2011 'harga' emas akan mencapai 1950-2000 USD/oz.

Berapa Dinar emas nanti saat angka ini tercapai? Di awal Ramadhan 1432 H ini saja, ketika emas masih di 'harga' 1750 USD/oz, Dinar sudah mencapai Rp 2.100.000an. Pada akhir tahun 2011, tidak mustahil, Dinar emas mendekati Rp 2.5 juta/Dinar.

Jadi, inilah saat-saat terbaik baik umat Islam khususnya, ketika emas dan perak telah kembali dicetak berupa koin - Dinar dan Dirham - memiliki kesempatan untuk menguasai kembali harta telah ada di depan mata. Dan, sekali harta itu kembali ke tangan umat, dapat diedarkan, diratakan, melalui berbagai bentuk muamalat: jual-beli, zakat dan sedekah, investasi dalam perdagangan dan produksi, dan sebagainya. Jangalah kesempatan ini disia-siakan.

Untuk rakyat kebanyakan, tentunya koin Dirham akan lebih pas. Sebab, nilai tukarnya terjangkau oleh semua kalangan, juga cukup pas untuk transaksi harian. Meskipun, untuk nilaiyang lebih kecil lagi, kita masih memerlukan fulus. Kita doakan semoga Wakala Induk Nusantara dan jajarannya segera mendaptakan kemampuannya dalam mencetak dan mengedarkan fulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar